Sabtu, 21 Agustus 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran
strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi
nasional sebagai bagian dari upaya memajukan
kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian
dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan
potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan
Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan
ekonomi dan pengembangan wilayah;
c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan
internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta
akuntabilitas penyelenggaraan negara;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi
dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan
kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undangundang
yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
- 2 -
5. Simpul . . .
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN
JALAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan,
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi,
Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
2. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang
Lalu Lintas Jalan.
3. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang
dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
4. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah
serangkaian Simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling
terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
- 3 -
15. Parkir . . .
5. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi
pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa
Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan
sungai dan danau, dan/atau bandar udara.
6. Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang
Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang
meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat
pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas
pendukung.
7. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang
terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak
Bermotor.
8. Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang
digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain
Kendaraan yang berjalan di atas rel.
9. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang
digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.
10. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan
yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang
dengan dipungut bayaran.
11. Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang
diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang,
dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas
pendukung.
12. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan rel dan jalan kabel.
13. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum
yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan
keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang
dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.
14. Halte adalah tempat pemberhentian Kendaraan Bermotor
Umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
- 4 -
25. Penumpang . . .
15. Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak
bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan
pengemudinya.
16. Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak
untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.
17. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan
yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau
perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan,
perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.
18. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di
permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yang
meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis
membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang
yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan
membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.
19. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat
elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat
dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu
Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau
pada ruas Jalan.
20. Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua
dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa
kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga
tanpa rumah-rumah.
21. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang
menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang
dengan Kendaraan Bermotor Umum.
22. Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum
yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.
23. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin
Mengemudi.
24. Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan
yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian
harta benda.
- 5 -
35. Penyidik . . .
25. Penumpang adalah orang yang berada di Kendaraan
selain Pengemudi dan awak Kendaraan.
26. Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang
Lalu Lintas Jalan.
27. Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan Jalan
untuk berlalu lintas.
28. Dana Preservasi Jalan adalah dana yang khusus
digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi,
dan rekonstruksi Jalan secara berkelanjutan sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
29. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah
serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan
pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka
mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.
30. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu
keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau
Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum,
dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
31. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah
suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko
kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh
manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
32. Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu
keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur
sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.
33. Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu
keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang
bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.
34. Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan adalah sekumpulan subsistem yang
saling berhubungan dengan melalui penggabungan,
pemrosesan, penyimpanan, dan pendistribusian data
yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
- 6 -
d. asas . . .
35. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
36. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang karena diberi wewenang
tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
37. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
38. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
39. Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin
kementerian negara dan bertanggung jawab atas urusan
pemerintahan di bidang Jalan, bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidang
industri, bidang pengembangan teknologi, atau bidang
pendidikan dan pelatihan.
40. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
pemimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian
yang meliputi bidang keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan
memperhatikan:
a. asas transparan;
b. asas akuntabel;
c. asas berkelanjutan;
- 7 -
BAB IV . . .
d. asas partisipatif;
e. asas bermanfaat;
f. asas efisien dan efektif;
g. asas seimbang;
h. asas terpadu; dan
i. asas mandiri.
Pasal 3
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan
tujuan:
a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan
moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian
nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta
mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum
bagi masyarakat.
BAB III
RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG
Pasal 4
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan
menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang
di Jalan;
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan
fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu
lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- 8 -
Pasal 6 . . .
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 5
(1) Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh
Pemerintah.
(2) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
(3) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi
pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang
meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan
industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan
teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan
Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas,
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- 9 -
b. pemberian . . .
Pasal 6
(1) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
dilakukan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan
pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan nasional;
b. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan
prosedur penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang berlaku secara nasional;
c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan
fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
secara nasional;
d. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi,
pemberian izin, dan bantuan teknis kepada
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;
dan
e. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar,
pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah dapat menyerahkan sebagian
urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.
(3) Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan
pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan
kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas
wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin
kepada perusahaan angkutan umum di provinsi; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan provinsi.
(4) Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan
pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang
jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;
- 10 -
Pasal 8 . . .
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin
kepada perusahaan angkutan umum di
kabupaten/kota; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan kabupaten/kota.
BAB V
PENYELENGGARAAN
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam
kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan
hukum, dan/atau masyarakat.
(2) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
instansi masing-masing meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan
industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan
teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh
kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan
Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas,
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- 11 -
Pasal 10 . . .
Pasal 8
Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan
pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan
prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) huruf a, yaitu:
a. inventarisasi tingkat pelayanan Jalan dan
permasalahannya;
b. penyusunan rencana dan program pelaksanaannya serta
penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan;
c. perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi
pemanfaatan ruas Jalan;
d. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan
Jalan;
e. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;
f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan
dan keselamatan berlalu lintas; dan
g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang
prasarana Jalan.
Pasal 9
Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2) huruf b meliputi:
a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
c. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor;
d. perizinan angkutan umum;
e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang
sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
f. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan
umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan
Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan
khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
- 12 -
f. penegakan . . .
Pasal 10
Penyelenggaraan di bidang industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan
pengembangan industri Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan industri perlengkapan Kendaraan
Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan industri perlengkapan Jalan yang
menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.Pasal 11
Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d
meliputi:
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan
pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan teknologi perlengkapan Kendaraan
Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan teknologi perlengkapan Jalan yang
menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Pasal 12
Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum,
Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) huruf e meliputi:
a. pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi
Kendaraan Bermotor;
b. pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan
Bermotor;
c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian
data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan
Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu
Lintas;
- 13 -
(3) Rencana . . .
f. penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran
dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. pendidikan berlalu lintas;
h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
i. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.
Pasal 13
(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan
secara terkoordinasi.
(2) Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas
melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang
memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan
menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(4) Keanggotaan forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur
pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai forum Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Bagian Kesatu
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Pasal 14
(1) Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan
semua wilayah di daratan.
(2) Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
sesuai dengan kebutuhan.
- 14 -
c. Rencana . . .
(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Provinsi; dan
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Kabupaten/Kota.
Pasal 15
(1) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3)
huruf a disusun secara berkala dengan
mempertimbangkan kebutuhan transportasi dan ruang
kegiatan berskala nasional.
(2) Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Nasional memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
menurut asal tujuan perjalanan lingkup nasional;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan nasional dalam keseluruhan moda
transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional.
Pasal 16
(1) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3)
huruf b disusun secara berkala dengan
mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dan ruang kegiatan berskala provinsi.
(2) Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan
- 15 -
d. rencana . . .
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Nasional.
(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Provinsi memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
menurut asal tujuan perjalanan lingkup provinsi;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan provinsi dalam keseluruhan moda
transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul provinsi; dan
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas provinsi.
Pasal 17
(1) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (3) huruf c disusun secara berkala dengan
mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan serta ruang kegiatan berskala
kabupaten/kota.
(2) Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Nasional;
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
d. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Provinsi; dan
e. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Kabupaten/Kota memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
menurut asal tujuan perjalanan lingkup
kabupaten/kota;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan kabupaten/kota dalam keseluruhan
moda transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul
kabupaten/kota; dan
- 16 -
c. jalan . . .
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas
kabupaten/kota.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
diatur dengan peraturan pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar